Sebagaimana kota besar lain di dunia, pengamen di Tokyo adalah sebuah fenomena tersendiri. Mereka umumnya adalah anak muda Jepang yang menampilkan beragam jenis musik. Saya termasuk suka menyaksikan penampilan pengamen tersebut, atau istilahnya street live performance, karena kadang mereka tampil layaknya pemusik professional. Tempat paling mudah untuk menyaksikan pengamen di kota Tokyo adalah di sekitar stasiun-stasiun kereta.

Di depan stasiun kereta Ikebukuro tadi malam (7/8), pandangan saya terpaku pada satu pengamen yang lain dari biasanya. Wajah dan kulitnya bukan orang Jepang. Lagu yang dibawakan juga bukan hanya lagu Jepang, melainkan lagu barat dengan lafal yang sempurna. Suaranya jernih, melengking tinggi, dan bersih.
Di depannya, ia meletakkan secarik kertas dan beberapa helai brosur. Tertulis di sana namanya, “Rita Nishikawa, penyanyi dari Indonesia”. Wow dari Indonesia !!
Sayapun berhenti sesaat untuk menyaksikan penampilannya yang luar biasa. Suaranya yang jernih mencuri perhatian para pengunjung yang sedang lalu lalang. Beberapa orang berhenti dan terpana dengan suara Rita. Sepasang kakek nenek saya lihat terdiam saat Rita membawakan lagu-lagu dari Whitney Houston yang bernada tinggi.
Sekelompok anak muda Jepang sampai bergerombol dan duduk di depan Rita, bagai menyaksikan sebuah pertunjukan konser. Sambil menyanyi, Rita sesekali membagikan brosur berisikan nama dan asalnya. Beberapa dari penonton juga diminta menuliskan kesannya pada kain putih yang digelar oleh Rita.

Usai konser, saya menghampiri Rita dan berbincang-bincang singkat. Rita Nishikawa memang orang Indonesia. Ayahnya orang Padang asli, sementara ibunya orang Jepang. Tapi penampilan Rita lebih mirip orang Indonesia ketimbang Jepang karena kulitnya yang coklat dan wajahnya lebih mirip melayu. Rita sendiri lebih merasa Indonesia daripada Jepang.
Di Jepang, Rita adalah seorang pecinta seni. Ia hobi menyanyi dan bermain gitar. Melakukan pertunjukan jalanan (street live performance) atau ngamen, adalah bagian dari hobinya. Meski mengamen di jalanan, Rita bukan penyanyi karbitan. Di usianya yang 18 tahun saat ini, ia pernah belajar vokal di New York dan Los Angeles. Selama di Amerika Serikat,Rita juga mengasah kemampuannya menyanyi dengan manggung dari klub ke klub
bersama teman-temannya dalam sebuah band. Sekembali ke Jepang, Rita tinggal di Kyoto bersama ibunya. Untuk menyalurkan jiwa seninya, ia melakukan rangkaian tour “street live performance”, dari stasiun ke stasiun di berbagai kota. Minggu ini, hingga pertengahan Agustus 2012, Rita ngamen di Tokyo, setelah sebelumnya melakukan hal yang sama di Osaka.

Tampil mengamen di kota Tokyo tidak mudah. Ia juga harus kucing-kucingan dengan aparat keamanan. Mengamen memang bukan kegiatan legal dan diperbolehkan begitu saja. Beberapa kali ia sempat dihampiri polisi karena dilarang mengamen di tempat umum. Kalau demikian, biasanya ia akan melipat tempatnya dan pindah mencari tempat lain yang lebih aman. Apakah Rita mengamen untuk mencari uang atau nafkah? Tidak.
Ia mengamen bukan untuk mencari uang atau popularitas. Ia hanya ingin menyanyi dan menghibur orang. Ia berkata, “saya tidak menerima uang saat mengamen”. Rita bernyanyi bermodalkan seperangkat portable sound system dan alat music player, untuk mengiringi lagu yang dibawakannya. Sesekali ia bernyanyi sambil menggunakan gitar, namun jarang ia bawa karena alasan repot menentengnya.

Sungguh menarik melihat ada pengamen Indonesia di tengah kota Tokyo. Saya kagum melihat penampilan Rita. Apalagi, Rita berani tampil di tengah keramaian masyarakat Tokyo yang terkenal cuek dan tidak peduli. Dan Rita mampu membuktikan, bahwa penampilannya yang baik, dapat menarik perhatian masyarakat Jepang, yang tercermin dari respon mereka yang positif.
Melihat penampilan Rita malam itu, saya yakin, kalau Rita mau, ia bisa sukses di Indonesia sebagai penyanyi. Vokalnya yang bagus dan berciri “sekolahan”, garis keturunan Jepangnya, dan penampilannya yang menarik, bisa menjadi modal utama baginya untuk berkarir di Indonesia. Namun Rita hanya menggeleng. “Belum pak”, katanya. Ia masih ingin mengejar passion-nya. Menyanyi di jalanan.
Baginya, dan juga bagi para pengamen lainnya di Tokyo, mengamen memang bukan sarana untuk mencari nafkah. Mengamen bagi mereka lebih pada bentuk ekspresi dan aktualisasi diri. Banyak di antaranya yang tidak mau menerima uang dari pengunjung. Mereka menyanyi, dan mereka bahagia.
Judul:Pengamen Indonesia Di Tokyo
Url:http://blog-jasri.blogspot.com/2013/02/pengamen-di-tokyo.html
Pada:11 Februari 2013
Oleh:Unknown
Respond:14
:
  1. Balasan
    1. gak tau juga
      bapaknya orang padang, ibunya orang jepang

      Hapus
  2. wahhh asikk juga nih... tapi kenapa harus ngamen ya di jepang...

    tapi selalu semangat aje deh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pengakuan dia sih gini "mengamen memang bukan sarana untuk mencari nafkah. Mengamen bagi mereka lebih pada bentuk ekspresi dan aktualisasi diri"

      Hapus
  3. wah, pengen juga nih ke tokyo..

    BalasHapus
  4. Ternyata pengamen ada dimana aza,..yang beda adalah bagaimana cara menyajikannya :)

    BalasHapus
  5. mantaf deh postingan nya .. kunjungan malam sobat :)

    BalasHapus
  6. agan ini blognya keren banget ,, ane baru liat blogspot sekeren ini

    BalasHapus

Gunakan perintah berikut agar komennya jadi menarik

⇨ [img] URL Gambar [/img]
⇨ [youtube] URL YouTube [/youtube]
⇨ [code] Kode Anda [/code]
⇨ [pre] Kode Anda [/pre]
⇨ [blockquote] Kata-kata Anda [/blockquote]
⇨ Buka Emotion

tentang saya

Jasri DM f G t
Seharusnya Bulan ini sebagai acuan saya agar tidak hidup blangsakan di bulan depan, Hanya bertemankan TOP Kopi dan Rokok untuk menulis, Hidup di tanah rantau terasa TERLANTAR :)
Arsip Blog-Jasri
TUTUP